6:35 PM
0
Proses konstruktif yang mewarnai persepsi interpersonal sangat banyak melibatkan unsur-unsur motivasi. Upaya untuk mendeteksi pengaruh motivasi sosial terhadap persepsi telah menjadi tanda aliran “New Look” pada tahun 1950-an. Allport (1955) telah menghimpun berbagai penelitian “New Look” dan mengkritiknya. Diantara motivasi yang pernah diteliti antara lain motif biologis, ganjaran dan hukuman, karakteristik kepribadian dan perasaan terancam karena persona stimuli.

Yang terakhir ini disebut perceptual defence (pembelaan perseptual). Bila anda dihadapkan kepada stimuli yang mengancam anda, anda akan bereaksi begitu rupa sehingga mungkin tidak akan menyadari bahwa stimuli itu ada. Di sini berlaku dalil komunikasi: anda hanya mendengar apa yang mau anda dengar, dan anda tidak akan mendengar apa yang tidak ingin anda dengar.

Motif personal lainnya yang mempengaruhi persepsi interpersonal adalah kebutuhan untuk mempercayai dunia yang adil (need to belive in a just world, Lerner, 1965, 1970, 1971, 1974, 1975). Menurut Melvin Lerner, kit aperlu mempercayai bahwa dunia ini diatur secara adil, setiap orang memperoleh apa yang layak diperolehnya. Orang diganjar dan dihukum karena perbuatannya. Bila kita melihat orang sukses, kita cenderung menanggapinya sebagai orang yang memiliki karakteristik baik. Kepada orang yang gagal, kita limpahkan segala dosa. Orang yang celaka kita salahkan karena tidak hati-hati; orang miskin karena malas dan tidak berjiwa wiraswasta. Jelas motif dunia adil ini sering mendistorsi persepsi kita.

Memang sudah menjadi kodratnya bahwa manusia dan lingkungannya tidak dapat terpisahakan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Manusia membutuhkan lingkungan yang dapat menunjung segala aktivitasnya. Lingkungan yang dimaksud tidak hanya sebatas lingkungan fisik saja seperti pepohonan, laut, gunung, tanah, dan lain-lain akan tetapi lingkungan sosial pun memiliki peran vital terhadap manusia. Begitu juga pada kaum pekerja, lingkungan di mana ia bekerja dapat mempengaruhi berbagai hal termasuk motivasi pekerja itu sendiri.

Menurut Alex S, Nitisenito (1992: 109) mengemukakan bahwa: faktor yang dimasukkan dalam lingkungan kerja adalah sangat luas sehingga sulit untuk disebutkan seluruhnya faktor-faktor tersebut antara lain: kebersihan, pertukaran udara, pencahayaan, musik, keamanan, keamanan dan kebisingan. Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap kinerja pekerja yang berdampak pada motivasi pekerja. Motivasi bukanlah merupakan se suatu yang berdiri sendiri, melainkan ada beberapa faktor yang mempenagruhinya.

Menurut Arep ( 2003; 51 ) ada sembilan faktor motivasi, yang dari ke sembilan tersebut dapat dirangkum dalam enam faktor secara garis besar, yaitu: kebutuhan ekonomis, kebutuhan psikologis (rasa aman), kebutuhan sosial, kompensasi, komunikasi, kepemimpinan. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan dengan keadaan lingkungan kerja, dimana keadaan nyata di lingkungan kerja berpengaruh langsung terhada motivasi, hal ini dapat terjadi karena sebenarnya manusia menilai apakah lingkungan kerja dapat memberikan berbagai macam kebutuhan baik secara fisik maupun non-fisik guna untuk pemenuhan kebutuhan selama bekerja. Ketika lingkungan kerja dapat menunjang hal-hal tersebut, maka motivasi pekerja akan menigkat dan berpengaruh pada meningkatnya prestasi yang berindikasi pada kinerja perusahaan itu sendiri.

Pemilik perusahaan harus memperhatikan lingkungan kerja bagi para pekerjanya agar dapat memaksimalkan ,kemampuannya untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Akan tetapi hal-hal seperti ini sepertinya belum bisa dirasakan oleh rekan-rekan dari kaum buruh yang mana perusahaan hanya memusatkan perhatiannya pada profit dan sedikit mengalihkan pandangan pada pekerjanya. Acap kali kita mendengar buruh yang bekerja melewati batas maksimal jam kerja perhari, bahkan ada yang lebih dari 12 jam bekerja dalam keadaan berdiri. Hal-hal seperti inilah yang merugikan buruh dan dapat menyebabkan turunnya motivasi kerja mereka. Akan tetapi terdapat suatu ganjalan yang membuat kaum buruh tidak dapat berbuat banyak dalam hal ini karena faktor kebutuhan ekonomis. Dimana apabila mereka tidak melakukan pekerjaan yang sebenarnya lingkungannya tidak mendukung kebutuhan selama ia bekerja, maka ia tidak akan mendapatkan bayaran atau bahkan terancam kehilangan pekerjaannya, sedangkan untuk mencari pekerjaan lain cukup sulit. 

Perusahaan sering terlihat memperlakukan buruh seperti mesin-mesin uang yang tidak kenal lelah. Perusahaan merasa hanya memberi gaji saja sudah cukup dan keadaan lingkungan kerja terabaikan. Ada baiknya pemilik perusahaan memperhatikan keadaan lingkugan kerja guna menigkatkan motivasi kerja agar perusahaannya semakin maju baik secara ekonomi maupun sosial di didalamnya.

Baiknya mutu lingkungan kerja dan tingginya motivasi dan kinerja pekerja bukan berarti menghilangkan masalah pada pekerja, sering kali karena perhatian mereka terpusat pada pekerjaanya masalah diluar pekerjaan tidak terselesaikan dan dapat mempengaruhi motivasi dan kinerja. Maka dari itu profesi pekerja sosial khususnya di ranah industri sebaiknya dilibatkan dalam perusahaan agar pekerja dapat berfungsi secara baik sosialnya. Ketika perusahaan memperhatikan kesejahteraan secara ekonomi dengan memberi gaji, maka pekerja sosial memberikan bantuan yang dapat membantu pekerja menyelesaiakan permasalahan yang ia alami secara mandiri, yang berarti pekerja sosial memperhatikan kesejahteraan sosial pekerja.

0 comments:

Post a Comment